Tema pembahasan ini mungkin sudah kesekian kalinya. Bukan hanya di lembar singkat ini saja, akan tetapi bahaya Syiah telah banyak dipaparkan di berbagai media. Bahkan, Majelis Ulama Indonesia dan Mahkamah Agung, sebagai lembaga resmi pemerintah, telah mengeluarkan fatwa dan surat keputusan bahwa Syiah merupakan aliran sesat lagi terlarang di Indonesia. Bahkan bukti-bukti menunjukkan Syiah bukan bagian dari Islam.
Pembaca, mari sejenak mengulas kembali hakikat ajaran Syiah dalam tajuk “Wajah Asli Syiah Rafidhah.” Harapannya, masyarakat menjadi sadar dan tidak tertipu dengan topeng indah Syiah. Fokus pembahasan kita kali ini terkait dengan keimanan terhadap al-Qur’an. Satu poin ini saja, mampu membedakan antara agama Islam dengan agama Syiah, belum lagi poin-poin yang lainnya. Selamat menyimak!
Al-Qur’an, Kitab yang Terjaga
Sebagai muslim, kita semua memiliki keyakinan bahwa al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Keyakinan ini merupakan salah satu kandungan dari rukun Iman yang ketiga, yaitu beriman terhadap kitab-kitab Allah. Al-Qur’an adalah kalam ilahi yang di dalamnya terdapat syariat Islam yang mulia.
Subtansi lain dari beriman terhadap kitab al-Qur’an adalah meyakini bahwa al-Qur’an diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi Muhammad. Allah berfirman,
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ * نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ
“Sesungguhnya ia (al-Qur’an) benar-benar diturunkan oleh Rabb semesta alam. Yang dibawa oleh Ruh yang terpercaya (Jibril).” (QS. asy-Syu’ara: 192-193)
Dalam ayat di atas, Jibril disifati sebagai Ruh yang terpercaya. Artinya, Jibril selalu amanah dalam menyampaikan wahyu dari Allah kepada Nabi Muhammad, termasuk al-Qur’an. Sehingga, tidak ada yang dirubah, ditambahi maupun dikurangi. Ini merupakan salah satu bentuk penjagaan terhadap keotentikan al-Qur’an. Sehingga tidak ada kejanggalan maupun kesalahan dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, Allah menegaskan sifat al-Qur’an,
لَا يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلَا مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيلٌ مِنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
“Yang tidak datang kepadanya (al -Qur’an) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji.” (QS. Fushilat: 42)
Kesimpulannya, bahwa al-Qur’an sejak diturunkannya telah dijaga. Bahkan, hingga hari kiamat kitab suci umat Islam ini juga tetap akan terjaga. Dari generasi ke generasi, para penghafal al-Qur’an (huffazhul-Qur’an) terus dijumpai. Allah berfirman:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya.” (QS. al-Hijr: 9)
Pembaca, ayat di atas adalah jaminan keotentikan al-Qur’an dari Allah. Al-Qur’an akan terjaga selama-lamanya. Inilah salah satu keyakinan umat Islam, sejak zaman Nabi Muhammad hingga hari kiamat. Sebuah keyakinan yang tidak bisa ditawar-tawar. Dengan keyakinan ini pula, terbedakan antara seorang muslim dengan seorang kafir.
Al-Qur’an di Mata Syiah
Namun, keyakinan umat Islam yang telah diyakini secara ijma’ (konsensus) dan turun-temurun ini diingkari oleh sekte Syiah Rafidhah. Berikut ini beberapa penyimpangan ajaran Syiah yang ternyata bertolak belakang dengan ajaran Islam.
Inilah wajah asli Syiah Rafidhah. Dalam kitab Awail al-Maqalat hal. 80-81, seorang ulama Syiah, al-Mufid, menyatakan bahwa al-Qur’an yang ada saat ini tidak orisinil. Al-Qur’an sekarang sudah mengalami distorsi, penambahan dan pengurangan. Baqir al-Majlisi, tokoh Syiah, mengatakan dalam kitab Mir’atul Uqul Syarh al-Kafi lil Kulaini vol. 12/525 bahwa al-Qur’an telah mengalami pengurangan dan perubahan. Tokoh mufassir Syiah, Ali bin Ibrahim al-Qummi, menegaskan dalam mukadimah tafsirnya hal. 5, 9, 10 dan 11 bahwa ayat-ayat al-Qur’an ada yang dirubah sehingga tidak sesuai dengan ayat aslinya ketika diturunkan oleh Allah. Dalam kitab al-Ihtijaj vol. 1/156, Abu Manshur Ahmad bin Ali at-Thabarsi (tokoh Syiah abad ke-6 H) menegaskan bahwa al-Qur’an sekarang adalah palsu, tidak asli dan telah terjadi pengurangan.
Pembaca, perhatikanlah pernyataan tokoh Syiah di atas. Ulama terpandang mereka dengan tegas menyatakan al-Qur’an telah mengalami perubahan. Keyakinan ini bertentangan dengan jaminan Allah terhadap keotentikan al-Qur’an sebagaimana dalam paparan ayat-ayat di atas. Kalau begitu, kaum Syiah mendustakan berita dari Allah dalam al-Qur’an. Kiranya, pantaskah seorang muslim bertindak sedemikian lancang? Bukankah ucapan di atas tidak ada bedanya dengan ucapan musuh-musuh Islam? Pembaca, jujurkah slogan cinta Islam yang dilontarkan oleh kaum Syiah? Padahal kita yakin, bahwa kalam Allah adalah sebaik-baik ucapan, sejujur-jujur pernyataan dan sebenar-benar perkataan. Allah berfirman,
“Dan tidak ada yang lebih benar perkataannya selain Allah.” (QS. an-Nisa’: 87) Semakna dengan ayat ini,
Allah berfirman,
وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا
“Dan tidak ada yang lebih benar perkataannya selain Allah.” (QS. an-Nisa’: 122)
Rasulullah bersabda dalam setiap pembukaan pidato maupun khutbah,
فَإِنَّ أَصْدَقَ اْلحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ
“Sesungguhnya sebenar-benar ucapan adalah kitabullah (al-Qur’an).” (HR. Abu Dawud, an-Nasa’i, dll)
Syubhat dan Bantahannya
Bisa jadi ada yang menyanggah, pernyataan di atas hanyalah pernyataan oknum saja. Sehingga tidak mewakili kaum Syiah secara menyeluruh. Pernyataan ini terbantah oleh ucapan Syiah sendiri.
Pembaca bisa menyimak ucapan Ni’matullah al-Jazairi dalam kitab al-Anwar an-Nu’maniyah vol. 2/246-247. Kata tokoh Syiah ini, semua imam Syiah menyatakan adanya perubahan dalam al-Qur’an, kecuali Murtadha, ash-Shaduq dan beberapa tokoh lainnya. Kemudian al-Jazairi melanjutkan, ulama yang menyatakan bahwa tidak ada perubahan dalam al-Qur’an sedang bertaqiyah. Taqiyah adalah salah satu akidah Syiah yang berarti bolehnya berdusta. Jika ada yang berkata, bukankah kaum Syiah tetap menggunakan al-Qur’an yang ada sekarang? Jawabannya telah disampaikan sendiri oleh tokoh-tokoh ternama Syiah. Simak saja pernyataan al-Mufid (al-Masail as-Sirawiyah hal. 81-82), al-Jazairi (al-Anwar an-Nu’maniyah vol. 2/248) dan al-Majlisi (Mir’atul Uqul vol 3/31 dan Bihar al-Anwar vol. 92/65). Mereka menyatakan bahwa kaum Syiah disuruh membaca al-Qur’an yang ada sekarang sampai datangnya imam Mahdi (imam Mahdi versi mereka, pen).
Al-Qur’an Versi Syiah
Setelah puas menyatakan bahwa al-Qur’an umat Islam ini tidak asli alias palsu, kaum Syiah ternyata memiliki “al-Qur’an” sendiri. Referensi-referensi Syiah menyebutkan, bahwa ayat “al-Qur’an” versi Syiah berjumlah 17.000 ayat.
Menurut mereka, ayat-ayat tersebut diwahyukan oleh Allah kepada Ali dan kepada para imam kaum Syiah setelah Ali, atau kepada para imam yang mendapat wasiat. Ayat-ayat tersebut sekarang ini masih hilang karena dibawa oleh imam Syiah ke-12, yaitu imam Mahdi (imam Mahdi versi Syiah, pen-). Ayat tersebut baru akan hadir kembali saat “imam Mahdi” datang dari ghaibah-nya. Benarkah klaim Syiah di atas? Ternyata jauh panggang dari api. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Juhaifah pernah bertanya kepada Ali bin Abi Thalib, “Apakah Anda menyimpan wahyu selain al-Qur’an?” Ali menjawab, “Tidak, demi (Allah) Yang membelah biji dan menciptakan jiwa.” (Lihat Fathul Bari: 1/203, 4/86, 12/261)
Diterangkan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarah Shahih al-Bukhari (1/204), bahwa Abu Juhaifah bertanya demikian kepada Ali karena kelompok Syiah meyakini Ahlul Bait, terutama Ali bin Abi Thalib, memiliki wahyu tersendiri yang tidak diketahui oleh selain mereka. Pertanyaan serupa juga diajukan oleh Mutharif, al-Qais bin Ubad, dan al-Asytar an-Nakha’i. Maka, dengan tegas Ali menjawab bahwa Ahlul Bait tidak memiliki kitab suci apapun selain al-Qur’an yang ada.
Pembaca, ternyata kaum Syiah sendiri tidak jujur terhadap imam mereka. Hal ini wajar! Kepada Allah, Dzat Yang menciptakan seluruh makhluk saja, mereka berani berdusta, apalagi terhadap manusia. Memang, demikianlah wajah asli kaum Syiah Rafidhah.
Kesimpulan
Dengan demikian kaum Syiah telah menyimpang karena telah mengingkari keaslian (keotentikan) dan kebenaran al-Qur’an. Poin ini merupakan poin keempat dari sepuluh poin identifikasi aliran sesat yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Wajar, lembaga resmi pemerintah ini memvonis Syiah sebagai sekte sesat dan terlarang di Indonesia. Masihkah Anda tertipu dengan topeng Syiah?
Wallahu a’lam.
Penulis: Ustadz Abu Abdillah Majdiy
Referensi : http://buletin-alilmu.net/2016/06/03/wajah-asli-syiah-rafidah-bahan-renungan-penguat-akidah/