Hal yang perlu untuk kita sadari dan patut untuk kita fahamkan kepada seseorang adalah, bahwa pemerintah/ pemimpin/ Waliyul Amri adalah manusia biasa yang kadang benar dan kadang salah. Tidak terus-terusan salah dan tidak juga terus-terusan benar.
Waliyul Amri/ Pemerintah/ Pemimpin masuk ke dalam kerangka sabda Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam
…كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ
“Setiap Bani Adam itu pasti pernah melakukan kesalahan …” (HR At Tirmidzi, no.2499 dan dihasankan Al Albani dalam Shahih Al Jami’ Ash Shaghir, no. 4391)
Agar tidak ada rasa emosi/ marah/ dendam dalam hati kita ketika melihat kesalahan yang dilakukan oleh pemerintah maka upaya yang kita tempuh dalam menyikapinya adalah memberikan nasehat.
Berbicara soal kesalahan pemerintah, maka sebenarnya ini bukanlah hal yang baru, Di masa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah ada tipe pemimpin seperti ini, melakukan kesalahan/ melakukan kedzaliman, sampai-sampai sebagian Sahabat datang kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan perihal keadaan pemimpin yang seperti ini kepada Nya. Melapor beberapa Sahabat kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang keburukan-keburukan yang dilakukan oleh pemerintah.
Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam memberikan arahan yang jelas ketika para sahabat tidak terima melihat kenyataan yang seperti itu, sampai-sampai mereka berkeinginkan untuk melenyapkan pemimpin yang seperti itu keadaannya.
Kata Rasulullah Shalallahu’alaihi wa sallam kepada mereka:
لاَ مَا صَلَّوْا
“Jangan selama mereka masih mendirikan Shalat” (HR. Muslim no. 1854).
Siapa yang tidak emosi/ tidak marah ketika melihat penguasa melakukan kesalahan ?
Semua merasa marah, seluruh rakyat tidak terima pada prinsipnya
Karena semua berkeinginan pemimpinnya menjadi pemimpin yang baik/ adil/ pemimpin yang ideal
Tetapi kebanyakannya tidak sadar bahwa pemimpin/ penguasa adalah manusia biasa yang terjatuh ke dalam kesalahan
Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wa alaihi wa sallam memberikan arahan kepada kita. Arahan yang benar, arahan yang lurus dalam menyikapi kesalahan pemerintah, diantaranya (red):
1. Menasehatinya dengan cara yang baik
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dalam sabdanya:
مَنْ أَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِذِيْ سُلْطَانٍ فَلاَ يُبْدِهِ عَلاِنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فَذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى الَّذِيْ عَلَيْهِ
“Barang siapa diantara kalian yang ingin menasehati penguasanya, hendaknya dia raih tangannya kemudian berbicara kepadanya secara empat mata, tidak dilakukan nasehat itu di depan khalayak umum. Jika pemerintah itu menerima nasehat nya ini yang diharapkan dan jika tidak maka sungguh dia telah melakukan kewajibannya)”(Sahih, HR. Ahmad, Ibnu Abu ‘Ashim dan yang lain, disahihkan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Zhilalul Jannah, no. 1096—1098, lihat pula takhrijnya dalam kitab Mu’amalatul Hukkam, hlm. 143—151)
ini arahan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam
Arahan Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam ini diamalkan oleh para Sahabat diantaranya sahabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu, ketika orang-orang banyak membicarakan kepemimpinan sahabat Utsman bin Affan Radhiyallahu ‘anhu pada saat itu, ada seseorang yang berkata kepada Usamah Radhiyallahu ‘anhu, “Ya Usamah tidakkah engkau menasehati Utsman, tidakkah engkau menegur utsman”, apa jawaban Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu:“Apakah karena kalian tidak mendengar pembicaraanku kepadanya kemudian kalian anggap aku tidak menasehatinya, aku tidak berbicara kepadanya ? Sungguh aku telah melakukan hal ini antara diriku dengannya empat mata”
Lalu kata sahabat usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu : “Aku tidak mau menjadi orang yang pertama kali membuka pintu fitnah”
Kata Imam An Nawawi Rahimahullah, pintu fitnah yang dimaksud oleh sahabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu ini adalah membicarakan kesalahan-kesalahan/ kekeliruan-kekeliruan waliyul Amri di depan khalayak umum.
Dan fitnah ini sungguh telah terjadi di zaman kita, mengumbar kesalahan, menampakan emosi kepada pemerintah, ini adalah fitnah yang dulu shabat Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhumerasa tidak ingin menjadi orang yang pertama membukanya tetapi di zaman sekarang fitnah itu terbuka/ nampak, banyak orang yang sikapnya brutal, emosinya meluap-luap ketika melihat kesalahan waliyul amri.
Dan ini menjadi tugas kita sekali lagi untuk memahamkan kepada ummat/ masyarakat bagai mana sesungguhnya islam menghadapi kesalahan yang dilakukan oleh penguasa
2. Termasuk nasehat kepada Waliyul Amri adalah mendo’akannya
Seperti yang disinggung oleh Syaikh bin Bazz Rahimahullah:
“Mendo’akan waliyul Amri adalah termasuk nasehat” (Al-ma’lum:20)
Yang perkara ini sudah banyak ditinggalkan, semua terbawa emosi, terbawa amarah ketika melihat kesalahan penguasa lupa akan kewajibannya, lupa akan tugasnya melupakan mendo’akan Waliyul Amri, padahal Para Salaf seperti Fudhail bin Iyadh, Imam Ahmad dan yang lainnya Rahimahumullah selalu mengatakan: “Seandainya aku memiliki do’a yang diijabah, maka akan aku peruntukan do’a ini bagi kebaikan untuk Waliyul Amr/ Pemerintah/ Pemimpin”.
3. Menampakkan sikap Sabar dalam menghadapi kesalahan/ kedzaliman yang dilakukannya
Dari Sahabat Ibnu ‘Abbas, Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
“Barang siapa yang melihat Penguasanya sesuatu yang tidak disukainya maka hendaknya dia bersabar” (HR. Muslim).
Ini arahan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bukan soal emosi, bukan soal dendam, bukan soal kedengkian. Maka jika kita mau mendengar arahan dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam satu diantaranya adalah bersabar sampai Alloh Subhanahu wa ta’alamemberikan jalan keluar yang baik kepada kita.
Karena mestinya kita introspeksi diri, ketika mendapati penguasa kita adalah penguasa yang dzalim, penguasa yang banyak melakukan kesalahan, penguasa yang merugikan rakyatnya, kewajiban kita sebagai rakyat yang pertama adalah introspeksi diri, mungkin ini semua adalah akibat dari pelanggaran yang kita lakukan terhadap Alloh Azza Wa Jalla, jauhnya hubungan kita terhadap Alloh Azza Wa Jalla.
Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Demikianlah kami jadikan sebahagian orang-orang yang dzalim itu sebagai pemimpin bagi sebahagian yang lainnya lantaran apa yang mereka lakukan.” (Qs Al An’am: 129)
Dihukum oleh Alloh Subahanahu wa ta’ala dengan keberadaan pemimpin yang dzalim karena kedzaliman yang dilakukan oleh rakyat. Maka penguasa yang dzalim akan bersama dengan rakyat yang dzalim, penguasa yang baik akan bersama dengan rakyat yang baik. Jangan pernah bermimpi mendapatkan penguasa yang adail, yang baik kalo kita sebagai rakyatnya belum bias baik dan adil.
Sangat wajar kalau dulu Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu dituntut oleh beberapa orang yang datang kepadanya agar Sahabat Ali Radhiyallahu ‘anhu menjalankan roda kepemimpinan yang lebih baik, agar semua kekacauan yang terjadi itu tidak ada seperti yang terjadi di zaman Abu Bakr dan Umar Radhiyallahu ‘anhum maka Sahabat Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhumengatakan “Bahwa ketika Sahabat Abu Bakr dan Umar menjabat sebagai Khalifah, yang menjadi rakyatnya adalah aku dan orang-orang seperti aku. Tetapi ketika aku menjadi khalifah, yang menjadi rakyatnya adlah kalian dan orang-orang seperti kalian (orang-orang yang jahat/ orang-orang yang tidak shaleh sehingga terjadi banyak kekacauan di sana sini)”
Ikhwanufiddin rahimakumullah, maka kesabaran sangat dibutuhkan dalam situasi seperti sekarang ini, menyikapi kesalahan penguasa bukan soal emosi dan kemarahan melulu, apa lagi kalo emosi dan kemarahan tersebut diluapkan dalam bentuk demonstrasi. Lebih miris lagi kalo demonstrasi tersebut dilabeli dengan amar ma’ruf dan nahi munkar apa lagi kalo sampai dianggap sebagai bentuk membela islam, ini fenomena yang menyedihkan
4. Mendengar dan Taat
Nabi ‘Alaihi shalatu wa sallam jauh sebelum nya sudah member tahu kepada kita bahwa tidak semua penguasa itu baik. Dan beliau sampai memberikan semacam gambaran, sekalipun nanti kalian dipimpin oleh seorang hamba sahaya yang secara penampilan tidak meyakinkan, bukan dari golongan mewah yang memiliki kasta tertinggi, kata Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam: “Kalian harus menampakan sikap ta’at dan mendengar” ( Irbath bin Sariyah, HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi)
bahkan dalam riwayat yang lain
إِسْمَعْ وَأَطِعْ وَإِنْ أُخِذَ مَالَكَ وَضَرَبَ ظَهْرُكَ
“Sekalipun punggungmu dipukul, hartamu dirampas, hakmu direbut”(HR. Muslim)
kata nabi ta’ati dan dengar
Lalu bagai mana rakyat bisa menuntut haknya sebagai rakyat, kata Nabi Shalallahu’alaihi wa sallam:
تُؤَدُّوْنَ الْحَقَّ الَّذِيْ عَلَيْكُمْ وَتَسْأَلُوْنَ اللهَ الَّذِيْ لَكُمْ
“Tunaikanlah kewajiban kalian mintalah hakmu kepada Alloh”
(dari Sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, Sahih, HR. al Bukhari dan Muslim dalam Shahih keduanya)
namun kalian harus melaksanakan apa yang menjadi kewajiban bagi kalian. Kita punya Allah, Allah Subahanahu wa ta’ala yang akan memberikan hak kita, tidak perlu takut.
*Dalam situasi-situasi yang seperti ini hendaknya kita semakin mendekatkan diri kepada Alloh Subahanahu wa ta’ala, banyak-banyak berdo’a agar Alloh Subahanahu wa ta’alamemberikan kebaikan untuk negri kita ini, banyak-banyak berdo’a agar Alloh Subahanahu wa ta’ala memberikan taufik bagi para pemimpin-pemimpin kita*. Sangat sedikit orang yang melakukan hal ini karena mayoritasnya sudah terbawa dengan gelombang emosi dan amarah sehingga tidak lagi berfikir dengan baik, tidak lagi berfikir jernih
Coba kalo mau membuka kembali sejarah, berbagai macam peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa yang lalu, setidaknya akan mendapatkan gambaran dan pelajaran bahwa kesalahan dan kekeliruan, kejahatan atau kedzaliman bahkan yang dilakukan oleh Waliyul Amr itu bukan hal yang baru tetapi ini sudah terjadi sejak zaman dulu makanya Islam memberikan arahan yang tepat dalam hal ini
Oleh:
Al-Ustadz Abu Hamzah Yusuf Al-Atsary hafidzahullah
(Pengasuh Ma’had Daarul Atsar Kawalu, tasikmalaya)
Transkrip Tausiah Ba’da Subuh, hari Ahad, 27 Shafar 1438 H
Di Masjid Al-Muhajirin Komplek Tamansari Manglayang Regency Kab. Bandung
Sumber: http://forumsalafy.net/menasehati-penguasa/