Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk jannah (surga) barang siapa di dalam hatinya terdapat setitik kesombongan.
Ada seseorang yang berkata: “Sesungguhnya orang itu menyukai pakaian yang bagus, sandal yang bagus.”
Maka Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah itu indah menyukai keindahan, sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.”
Riwayat Hadits
Hadits dari shahabat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu yang diriwayatkan
- Al Imam Muslim dalam Bab Tahrimul Kibr wa Bayanuhu no. 131
- At Tirmidzi Kitab Al Birru wash Shillah ‘an Rasulillah no. 1921-1922
- Abu Dawud Kitab Al Libas no. 3598
- Ibnu Majah Kitab Az Zuhud no. 4163
- Ahmad no. 3600.
Kandungan Hadits
Hadits di atas mengandung mutiara-mutiara faedah yang sangat berharga. Mari kita simak mutiara-mutiara faedah dari hadits tersebut:
لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ
“Tidak akan masuk al jannah (surga) barang siapa di dalam hatinya terdapat setitik kesombongan.”
Penggalan hadits di atas menunjukkan bahwa agama Islam melarang umatnya dari sifat sombong meski sekecil apapun. Barang siapa yang memiliki sifat sombong dalam hatinya meski sekecil apapun maka ia tidak akan masuk jannatullah (surga). Karena jannah itu benar-benar bukan disediakan oleh Allah subhanahu wata’ala bagi orang-orang orang-orang yang memiliki sifat sombong.
Demikian juga dalam Al Qur’anul Karim Allah subhanahu wata’ala juga menegaskan tentang perkara ini, sebagaimana firman-Nya (artinya): “Negeri akhirat (al jannah) itu, kami sediakan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di muka bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al Qashash: 83)
Para pembaca yang mulia, bila kita perhatikan kandungan ayat di atas, Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa kehidupan yang bahagia di masa depan yang kekal nanti disediakan hanya untuk orang-orang yang bertaqwa bukan untuk orang-orang yang sombong. Sehingga dapat dipetik dari kandungan ayat di atas bahwa sifat sombong itu bukan sifat orang-orang yang bertaqwa.
Apakah yang dimaksud sombong itu adalah orang yang berpenampilan bagus, seperti berpakaian bagus atau bersandal bagus?
Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai utusan pembawa rahmat bagi seluruh alam ini memberikan jawaban yang sempurna. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah menyukai keindahan.”
Allah subhanahu wata’ala itu adalah Maha Indah. Sifat-sifat-Nya adalah indah, dan semua yang berkaitan dengan Allah subhanahu wata’ala adalah indah. Sehingga Allah subhanahu wata’ala pun mencintai sesuatu yang indah. Sebagaimana juga Allah subhanahu wata’ala mencintai kebersihan dan kesucian. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala itu mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (Al Baqarah: 222)
Bahkan kebersihan itu merupakan bagian dari keimanan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْمَانِ
“Kebersihan (kesucian) itu merupakan bagian dari keimanan.” (HR. Muslim)
Atas dasar itu agama Islam adalah agama yang cinta akan kebersihan, kesucian, kerapian, dan keindahan. Sebaliknya agama Islam itu benci kepada sesuatu yang jelek, kotor, dan kumuh.
Berpenampilan yang baik, indah, dan rapi itu akan mendapatkan kecintaan dari Allah subhanahu wata’ala, mendapat pahala, dan menambah keimanan kita kepada-Nya. Tapi tentunya bukan karena didasari sifat takabbur (sombong) dan meremehkan orang lain. Karena sifat ini bertentangan dengan sifat orang-orang yang bertaqwa. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan takabbur (sombong), karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. “(Al Isra’: 37)
Lalu apa yang dimaksud dengan sifat takabbur (sombong) itu?
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Takabbur itu adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab dengan jawaban yang sempurna. Bukanlah takabbur itu adalah orang yang memakai sesuatu yang indah tetapi takabbur itu ada dua macam:
Pertama, takabbur yang berkaitan dengan hak Allah subhanahu wata’ala yaitu takabbur karena menolak kebenaran.
Kebenaran itu adalah segala sesuatu yang datang dari Allah subhanahu wata’ala dan termasuk segala apa yang dibawa oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala adalah Rabb kita (sebagai pencipta, pemilik dan pengatur alam semesta ini) yang memiliki sifat-sifat yang sempurna. Sedangkan hamba-Nya subhanahu wata’ala adalah makhluk yang serba memiliki kekurangan dan kelemahan.
Akal, daya pikir dan kekuatan manusia itu sangatlah terbatas. Terbukti manusia itu tidak bisa hidup sendiri dan pasti butuh bantuan orang lain. Sehingga sumber kebenaran itu hanya dari Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firman-Nya (artinya):
“Kebenaran itu adalah sesuatu yang datang dari Allah, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al Baqarah: 147)
Sehingga barang siapa yang menolak kebenaran yang datang dari Al Qur’an atau sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maka dia itu telah terjangkiti penyakit takabbur (sombong) dalam hatinya. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala mengecap iblis sebagai makhuk yang takabbur karena ia menolak perintah Allah subhanahu wata’ala untuk bersujud kepada Nabi Adam. Allah subhanahu wata’ala kisahkan hal itu dalam Al Qur’an (artinya):
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabbur (sombong) dan ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (Al Baqarah: 34)
Demikian pula Rasulullah pernah mensifati seseorang dengan sombong, disebabkan orang itu menolak kebenaran yang beliau shalallahu ‘alaihi wasallam sampaikan. Shahabat Salamah bin Al Akwa’ radhiallahu ‘anhu mengisahkan tentang seseorang yang makan disamping Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dengan tangan kirinya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Makanlah dengan tangan kananmu.“
Ia menjawab: “Aku tidak bisa (enggan) mengangkat tangan kananku.” Seraya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Niscaya kamu tidak akan bisa. Tidak ada yang mencegahmu kecuali takabbur .”
Akhirnya orang ini benar-benar tidak mampu mengangkat tangan kanannya disebabkan menentang sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Bukankah Allah subhanahu wata’ala telah berfirman (artinya):
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih.” (An Nuur: 63)
Kedua, takabbur karena meremehkan orang lain.
Takabbur itu bermula manakala seseorang itu merasa dirinya lebih dibanding lainnya dari sisi harta, ilmu atau, kedudukan. Lalu ia memandang orang lain dengan mata sebelah (meremehkannya). Biasanya orang yang sombong itu tampak dari gaya perkataannya yang selalu memakai kata-kata perendahan atau penghinaan kepada orang lain. Atau dari gaya penampilannya yang angkuh dan sinis, gengsi untuk menyapa orang lain atau bila disapa ia pun gengsi untuk menjawabnya bahkan ia palingkan mukanya atau ia jawab dengan muka yang masam. Allah subhanahu wata’ala berfirman (artinya):
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang takabbur lagi membanggakan diri.” (Luqman: 18)
Para pembaca mulia, sehingga takabbur itu bukanlah identik dengan sesuatu yang bagus dan menawan. Bila diantara kita diberi reziqi dari Allah subhanahu wata’ala, lalu ia belanjakan untuk membeli kendaraan, pakaian, atau tempat tinggal yang bagus nan menawan, maka tidak boleh orang itu divonis memiliki sifat takabbur.
Ketahuilah, bahkan Rabb kita Allah subhanahu wata’ala itu mencintai sesuatu yang indah dan bagus. Sedangkan takabbur itu adalah sikap meremehkan dan merendahkan manusia. Karena sifat takabbur itu tidak hanya muncul dari orang-orang kaya saja tetapi juga bisa muncul dari orang-orang miskin. Bahkan sifat takabbur yang muncul dari orang miskin itu akan mendapat ancaman siksa yang lebih keras. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَ لاَيُزَكِّيهِمْ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ : شَيْخٌ زَانٍ وَمَلِكٌ كَذَّابٌ وَ عَائِلٌ مُسْتَكْبِرٌ
“Tiga golongan yang Allah tidak berbicara kepada mereka pada hari kiamat, tidak pula mensucikan (dosa-dosa) mereka, tidak memandang mereka, dan bahkan mereka akan mendapat siksa yang pedih yaitu: orang tua yang berzina, penguasa yang pendusta, dan orang miskin yang takabbur.” (HR. Muslim dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Yang jelas sikap takabbur itu pada dasarnya tercela dan diharamkan dalam agama ini, baik yang muncul dari orang kaya atau orang miskin dan demikian juga yang muncul dari orang berilmu ataupun orang bodoh. Sesungguhnya rizki, ilmu, dan kedudukan itu berasal dari anugerah dari Allah subhanahu wata’ala. Barang siapa yang Allah anugerahkan kepadanya nikmat maka hendaknya ia bersyukur, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan menambah nikmat-Nya subhanahu wata’ala kepadanya. Sebaliknya barang siapa yang kufur (menginkari) nikmat Allah subhanahu wata’ala, niscaya Allah subhanahu wata’ala akan menyiksanya. Dan siksa Allah subhanahu wata’ala itu amatlah pedih. (Lihat QS. Ibrahim: 7)
Sedangkan sifat takabbur (sombong) itu adalah hak Allah subhanahu wata’ala semata. Karena Dia-lah Rabbul ‘alamin (pencipta, pemberi rizki, pemilik dan pengatur alam semesta ini) dan Dia-lah yang memilki sifat-sifat sempurna. Seorang hamba tidak berhak memiliki sifat sombong ini karena kelemahan dan kekurangan yang ada padanya. Siapa yang bersikap sombong berarti dia telah menandingi dan menanggalkan sifat kesombongan dari Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits qudsi, Allah subhanahu wata’ala berfriman:
العزُّ إِزَاِري وَ الْكِبْرِيَاءُ رِدَاءِي فَمَنْ يُنَازِعُنِي عَذَّبْتُهُ
“Keperkasaan adalah sarungku dan kesombongan adalah selendangku, dan barang siapa yang menanggalkan (sifat-Ku) niscaya Aku akan menyiksanya.” (HR. Muslim no. 2620)
Wahai saudaraku, ingatlah Karun dengan nasibnya yang malang. Karun adalah salah seorang Bani Isra’il yang Allah subhanahu wata’ala limpahkan rizki kepadanya. Harta kekayaan melimpah ruah yang kunci-kunci gudang perbendaharaannya masih terlalu berat dipikul oleh sejumlah orang kuat. Ternyata dia bukan termasuk orang yang bersyukur. Tapi sebaliknya ia malah menjadi orang yang angkuh lagi sombong. Sungguh malang nasibnya, ketika Allah subhanahu wata’ala mengakhiri kehidupannya dengan dibenamkan dirinya dalam bumi dan tiada seorangpun yang bisa menolongnya. Kisah ini bisa saudara baca dan renungi dalam surat Al Qashash ayat ke 76 – 83.
Akhir kata, semoga kajian hadits di atas dapatlah menyejukkan dan melembutkan hati kita. Dengan harapan semoga Allah subhanahu wata’ala selalu membersihkan hati kita dari penyakit takabbur dan menggolongkan kita sebagai hamba-hamba-Nya yang bertaqwa. Amien, Ya Rabbal ‘alamin.
Buletin Al-Ilmu Jember
Sumber: Ma’had As-Salafy