Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady al-Madkhaly hafizhahullah
Pertanyaan: Apakah hukum haji badal untuk menggantikan orang lain?
✅ Jawaban: Padanya terdapat sedikit perbedaan pendapat, di sana ada perkara yang disepakati oleh para ulama dan ada yang mereka perselisihkan. Perkara yang disepakati adalah bahwa seseorang boleh menghajikan kerabatnya.
Karena pertanyaan-pertanyaan (yang diajukan kepada Rasulullah) semuanya datang, yaitu: “Ayahku meninggal dalam keadaan belum berhaji.” “Ibuku meninggal dalam keadaan belum berhaji.” “Ayahku terkena kewajiban haji, namun beliau telah tua renta.” dan seterusnya. Yaitu pertanyaan-pertanyaan tentang ayah dan ibu.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu alaihi was sallam mendengar seseorang mengatakan, “Labbaik ’an Syubrumah.” Maka beliau bertanya, “Siapa Syubrumah?” Dia menjawab, “Saudaraku atau kerabatku.” Lalu beliau bertanya, “Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?” Dia menjawab, “Belum.” Maka beliau bersabda:
حُجَّ عن نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عن شُبْرُمَةَ.
“Berhajilah untuk dirimu sendiri terlebih dahulu, kemudian berhajilah (tahun berikutnya) untuk Syubrumah!” (HR. Abu Dawud dan selainnya, lihat; Irwaul Ghalil no. 994 dan ash-Shahih al-Musnad no. 629 -pent)
Sebagian ulama membatasi pihak yang berhak menggantikan haji hanya bagi kerabat dan melarang untuk mengupah orang lain. Dan upah ini telah menjadi perdagangan pada banyak orang.
Ada orang yang datang berdusta dan mengambil tujuh atau delapan kali haji. Yaitu dengan tujuan untuk menghajikan si fulan, dan dia mengambil upah dari orang ini dan itu, padahal tidak diketahui apakah dia benar-benar menghajikan untuk seseorang ataukah tidak?! Sehingga dalam masalah ini terjadi sedikit perkara yang meluas.
Syaikhul Islam dalam masalah ini memiliki pendapat yang bagus, beliau mengatakan:
إن كان هذا الذي يأخذ المال عنده رغبة في الحج لكن ليس عنده مال، فله أن يأخذ هذا المال يستعين به على تحقيق قصده وغايته وينفع نفسه وينفع أخاه، وإن كان قصده المال؛ ليس همه إلا أن يأخذ المال وليس همه أن يحج فهذا من أكل أموال الناس بالباطل.
“Jika orang yang mengambil upah tersebut dia memiliki keinginan untuk berhaji lagi tetapi dia tidak memiliki uang, maka boleh baginya untuk mengambil uang tersebut untuk membantunya mewujudkan niat dan tujuannya serta memberi manfaat untuk dirinya sendiri dan saudaranya. Tetapi jika tujuannya hanya untuk mendapatkan harta, tidak ada keinginannya selain mengambil upah dan tidak memiliki keinginan untuk berhaji, maka ini termasuk memakan harta manusia dengan cara yang bathil.”
***
? Sumber : http://www.rabee.net/ar/questions.php?cat=47&id=787