Saudaraku…
Sepinya senja masih ada orang yang berlalu. Namun sepinya jiwa, banyak orang yang tak tahu. Bahkan, kadangkala seseorang tampak bahagia namun pada jiwanya terpendam sejuta galau. Itulah manusia, acapkali jiwanya diselimuti pernak pernik kelabu.
Singkat kata, di masa pandemi Covid-19 ini, tak sedikit saudara-saudara kita yang dihinggapi rasa galau. Langkahnya selalu dibayang-bayangi risau. Detak jantungnya berdebar pacu, dihantui oleh berbagai perubahan situasi dan kondisi yang serba tak menentu. Pekerjaan tak semudah dulu. Sedangkan biaya hidup mau tak mau bergerak maju. Orderan sepi, nyaris tak ada yang bisa ditunggu. Para pelanggan kian lama kian membisu. Hingga para pengusaha pun harus berpikir keras, mencari solusi jitu.
Belum lagi jumlah korban Covid-19 yang kian bertambah laju. Bahkan, tim dokter dan paramedis yang menangani para korban Covid itu pun harus berjibaku. Hingga tak sedikit dari mereka yang meninggal dunia, berguguran dalam perjuangannya itu.
Saudaraku…
Demikianlah sekelumit catatan kelabu di masa pandemi yang menyiratkan rasa haru. Ekonomi dihantam, jiwa pun terancam di setiap waktu.
Tak heran, bila hubungan sosial di masa pandemi ini sedikit terganggu. Penerapan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar), karantina mandiri, fenomena pakai masker, Physical Distancing (jaga jarak), CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) dalam kehidupan bermasyarakat melengkapi semua itu. Walaupun hakikatnya berbagai program itu terpuji dan patut ditiru.
Demikian halnya dengan aspek pendidikan dan ibadah yang amat urgen bagi setiap individu. Perubahan besar-besaran terjadi, tak seperti dulu. Anak-anak belajar di rumah bersama orang tua yang berperan layaknya guru. Shalat berjamaah di masjid juga begitu. Bahkan, ibadah umrah sekalipun tak bisa dilaksanakan untuk sementara waktu.
Saudaraku…
Duhai, betapa semua itu membuat galau. Bagaimana tidak? Berbagai spek kehidupan yang vital seakan beku tertutup salju.
Namun, itulah realitas kehidupan yang tak terelakkan, mau tak mau. Sebuah episode sejarah yang harus disikapi ilmiah dan ketakwaan dalam qalbu. Lebih dari itu, semua tiada lain adalah ujian dan cobaan yang diberikan oleh Allah untuk setiap individu.
وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (Al-Baqarah: 155)
Saudaraku…
Ingatlah, di balik ujian dan cobaan akan bermunculan hikmah satu demi satu. Membawa pesan-pesan luhur untuk jiwa dan perilaku. Mengikis karat-karat yang ada di qalbu. Menorehkan pelajaran berharga bagi komunitas dan individu. Mengais asa dan mengekang hawa nafsu.
Saudaraku…
Yang harus diingat selalu, bahwa semua yang terjadi itu, tak lepas dari takdir Allah Dzat Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Hanya Dialah satu-satu-Nya yang dapat mengubah kondisi yang ada seperti dahulu. Karena Dialah Dzat Yang Mahamampu. Jika Dia mau, dengan sekejap saja masa pandemi ini akan pergi berlalu. Namun, sebagai hamba, kita dituntunkan untuk berikhtiar sepanjang waktu. Menanamkan nilai-nilai tawakkal dalam qalbu. Merajut keyakinan, bahwa hanya Allah-lah Ash-Shamad, yakni tempat bergantungnya segala sesuatu. Menjalankan arahan pemerintah secara bijak dan terpadu.
Dengan itu, insyaAllah jiwa kita akan mudah digiring menuju gerbang kesabaran di setiap waktu. Manakala gerbang kesabaran telah terbuka, kemenangan akan datang seketika itu. Kegalauan pun akan pergi berlalu.
Bukankah Allah telah berseru,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Saudaraku…
Tidakkah kita berkaca pada pergantian antara siang dan malam yang sabar tanpa kenal jemu?
Kala malam berlalu, siang pun datang bertamu. Kala siang berlalu, malam pun datang.
Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya Allah menjadikan sabar sebagai kuda tunggangan yang tak kenal lelah, pedang yang tak pernah tumpul, prajurit yang pantang menyerah, benteng kokoh yang tak bisa dihancurkan dan ditembus. Sabar merupakan saudara kandung kemenangan. Di mana ada kesabaran, di situ ada kemenangan.” (Uddatush Shabirin, hlm. 4)
Semoga untaian nasehat ini dapat membantu saudaraku yang berjuang melawan galau. Terkhusus mereka yang berpijak di atas rambu-rambu dan ilmu. Peduli menjalankan protokol kesehatan dan keselamatan dengan sepenuh qalbu.
Teruntuk mereka terlantun sebuah doa, semoga ampunan dan kasih sayang Allah Dzat Yang Maha Rahman tercurahkan selalu. Teriring barakah dan bimbingan ilahi di setiap waktu. Terkabul segala permohonan, dan hajat selalu. Tenteram hidupnya, luas rejekinya, dan panjang umurnya di atas kebaikan yang dirindu. Amiin…
وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
18 Ramadhan 1441 H/11 Mei 2020 M
Muhibbukum Ruwaifi’ bin Sulaimi